Pembuatan Bubur Asyura di Desa Cahaya Baru

Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Islam yang dianggap istimewa karena merupakan salah satu bulan suci, dikenal juga sebagai Al-Ashur dan Al-Hurum. Bulan ini dipenuhi dengan berbagai tradisi yang masih dipraktikkan oleh umat Muslim hingga saat ini. Salah satu tradisi yang masih dijalankan adalah peringatan 10 Muharram. Tanggal 10 Muharram sering kali diperingati dengan menjalankan puasa sunnah Asyura sebagai wujud penghormatan dan rasa syukur atas beragam nikmat dan keselamatan yang diberikan oleh Allah SWT. Selain berpuasa sunnah, di berbagai daerah di Indonesia, umat Muslim juga mempertahankan tradisi turun-temurun dalam menyambut 10 Muharram. Salah satu tradisi ini terdapat di masyarakat Banjar yang merayakan 10 Muharram dengan memasak Bubur Asyura. Tradisi ini tetap berlangsung meriah, terutama karena masyarakat Kalimantan Selatan yang mayoritas beragama Islam masih melestarikannya hingga saat ini.

Pada Sabtu, 20 Juli 2024, warga Desa Cahaya Baru bersama-sama mengadakan acara memasak Bubur Asyura di SD N Cahaya Baru. Acara ini dihadiri oleh orang tua dan wali murid SDN Cahaya Baru bersama tim KKN-PPM UGM Nyabang Batola. Memasak Bubur Asyura telah menjadi tradisi yang berlangsung lama dan menjadi ciri khas masyarakat Banjar dalam menyambut tanggal 10 Muharram. Bubur Asyura ini dibuat dari 41 jenis bahan, seperti beras, kacang hijau, santan, gula merah, dan berbagai bahan lainnya, yang masing-masing memiliki makna penting terkait peristiwa sejarah Islam yang terjadi pada hari Asyura. Beras, sebagai bahan utama, melambangkan kemakmuran dan kesuburan. Kacang hijau mewakili persatuan dan kesatuan, sementara santan melambangkan kesucian dan ketulusan hati. Gula merah menggambarkan manisnya hidup, sedangkan kismis mewakili kesabaran dan keteguhan iman. Selain itu, cengkeh dalam bubur ini menyimbolkan keharuman dan kebaikan, sementara kayu manis melambangkan kehangatan serta kasih sayang. Daun pandan, dengan aromanya yang khas, mencerminkan kesegaran dan semangat. Tidak ketinggalan, garam yang digunakan dalam bubur ini mewakili rasa syukur dan keikhlasan. Dengan berbagai makna filosofis yang terkandung di dalamnya, Bubur Asyura bukan hanya sekadar hidangan yang lezat, tetapi juga penuh dengan simbolisme yang mendalam. Makna-makna ini mengingatkan umat Muslim akan nilai-nilai penting dalam sejarah dan kehidupan mereka.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top